BebanIPL Apartemen = IPL Apartemen x Luas unit apartemen = Rp 25.000 x 21 = Rp525.000,00. Jadi untuk unit apartemen sederhana dengan luas 21 meter persegi dan IPL sebesar Rp 15.000,00 akan dikenakan beban IPL Apartemen sebesar Rp525.000 per bulan.
- Produksi sampah terus bertambah dan angkanya membuat tercengang. Di Indonesia angka sampah mencapai ton per hari. Untuk di Jakarta saja, angka sampah per hari sudah mencapai ton atau dalam dua hari tumpukannya setara dengan Candi Borobudur. Berbagai upaya pengendalian dan pengelolaan sampah disampaikan banyak pihak. Yang terbaru adalah usulan memperbesar iuran sampah. Iuran sampah yang terlalu kecil membuat petugas tidak bisa mengelola sampah dengan maksimal. Tak jarang sampah di buang ke sungai sebab membawanya ke lokasi penampungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Founder Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano menuturkan, saat ini iuran sampah masih berlaku rata pada setiap warga dalam area tertentu. Padahal, jumlah sampah yang dibuang berbeda-beda. Ia menyebut beberapa negara yang sudah menerapkan sistem retribusi adil, misalnya Korea dan Taiwan. Retribusi yang adil diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Baca juga Walhi Minta Pemrov DKI Segera Terapkan Peraturan Pengurangan Sampah Plastik "Retribusi terlalu murah dan tidak adil. Jadi harus dibuat lebih adil. Siapa menghasilkan sampah banyak bayar banyak, yang menghasilkan sampah sedikit bayar sedikit," kata Sano ketika ditemui di kawasan Blok M beberapa waktu lalu. Riset internal Waste4Change menaksir iuran sampah rumah tangga jika disamaratakan idealnya berkisar Rp 110 ribu untuk setiap rumah. Namun, ia menilai perlu ada mekanisme keadilan. "Bayangkan kalau kita bilang Rp 110 ribu ke ibu-ibu rumah tangga responsnya pasti menilai mahal. Tapi kalau bilang misalnya, setiap satu ember Rp kalau nyampah banyak Rp dan seterusnya, pasti secara tidak langsung mengurangi buang sampahnya," kata dia. Aturan mengenai retribusi atau standar biaya pengelolaan sampah sedang dibahas oleh pemerintah.
DiKSM Repeli, biaya operasional ditopang oleh iuran per KK pelanggan 15 ribu per bulan. Dari seluruh pelanggan, terkumpul Rp3,3 juta per bulan. Dana tersebut ditambah hasil penjualan kompos antara Rp 300 ribu atau lebih yang digunakan mengurangi beban biaya tetap, seperti BBM solar, listrik, dan lainnya. ''Honor tenaga hanya Rp300 ribu per - Produksi sampah terus bertambah dan angkanya membuat tercengang. Di Indonesia angka sampah mencapai ton per hari. Untuk di Jakarta saja, angka sampah per hari sudah mencapai ton atau dalam dua hari tumpukannya setara dengan Candi Borobudur. Berbagai upaya pengendalian dan pengelolaan sampah disampaikan banyak pihak. Yang terbaru adalah usulan memperbesar iuran sampah. Iuran sampah yang terlalu kecil membuat petugas tidak bisa mengelola sampah dengan maksimal. Tak jarang sampah di buang ke sungai sebab membawanya ke lokasi penampungan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Founder Waste4Change, M. Bijaksana Junerosano menuturkan, saat ini iuran sampah masih berlaku rata pada setiap warga dalam area tertentu. Padahal, jumlah sampah yang dibuang berbeda-beda. Ia menyebut beberapa negara yang sudah menerapkan sistem retribusi adil, misalnya Korea dan Taiwan. Retribusi yang adil diharapkan bisa mengubah perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Baca juga Walhi Minta Pemrov DKI Segera Terapkan Peraturan Pengurangan Sampah Plastik "Retribusi terlalu murah dan tidak adil. Jadi harus dibuat lebih adil. Siapa menghasilkan sampah banyak bayar banyak, yang menghasilkan sampah sedikit bayar sedikit," kata Sano ketika ditemui di kawasan Blok M beberapa waktu lalu. Riset internal Waste4Change menaksir iuran sampah rumah tangga jika disamaratakan idealnya berkisar Rp 110 ribu untuk setiap rumah. Namun, ia menilai perlu ada mekanisme keadilan. "Bayangkan kalau kita bilang Rp 110 ribu ke ibu-ibu rumah tangga responsnya pasti menilai mahal. Tapi kalau bilang misalnya, setiap satu ember Rp kalau nyampah banyak Rp dan seterusnya, pasti secara tidak langsung mengurangi buang sampahnya," kata dia. Aturan mengenai retribusi atau standar biaya pengelolaan sampah sedang dibahas oleh pemerintah. Sano memahami jika aturan tidak bisa dikeluarkan dalam waktu dekat sebab ada banyak hal yang harus dikaji. Namun, ada beberapa tantangan teknis yang mungkin dihadapi terkait aturan ini. Pertama, masyarakat sudah terbiasa dengan retribusi sampah yang terlalu murah. Kedua, paradigma berpikir, dan ketiga, sistem pengumpulan retribusi di Indonesia masih konvensional dan berbasis tunai. "Di negara kita kalau ada transaksi berbasis tunai berpotensi ada celah-celah yang tidak bertanggungjawab bisa mengambil dana tersebut," Mantalean Petugas memasukkan sampah ke conveyer PLTSa Sumur Batu, Jumat 2/8/2019. Jika tantangan itu bisa diatasi, kota-kota akan memiliki dana untuk mengelola sampah. "Sekarang kota-kota belum berhasil mengumpulkan 100 persen dana retribusi persampahan," ucap Sano. Baca juga Saat Sri Mulyani Disuguhi Air Mineral Botol Plastik, Susi Langsung Teriak... Pembahasan Besaran retribusi sampah dan sistem pembayaran sudah dibahas oleh pemerintah. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Novrizal Tahar menyebutkan, pembahasan yang dikoordinir oleh Kementerian Koordinator Perekonomian itu masih melakukan perumusan struktural. Novrizal menyebutkan, dari sekitar 359 landfill system yang dibangun dengan desain sanitary landfill, yang beroperasi baru sekitar 30 hingga 50 unit. Salah satu masalahnya adalah biaya operasional. Adapun sanitary landfill sendiri menurut situs adalah metode pengelolaan dengan mengolah air limbah sampah leachate terlebih dahulu agar tidak berbahaya. Sistem ini dinilai cocok untuk Tempat Pembuangan Akhir TPA di Indonesia di mana sebagian besar sampahnya merupakan sampah organik. Sistem pembayaran juga tengah dibahas. Misalnya, dengan menggunakan pembayaran langsung seperti dengan menggunakan e-money. Sementara angka retribusi masih belum ditentukan dan masih akan dibahas. "Teman-teman PU Pekerjaan Umum juga sedang menyiapkan satuan biaya yang setiap daerah mungkin berbeda sehingga ada acuan standar," kata Novrizal. Nah, bagaiman denganmu. Setuju jika iuran sampah nantinya sesuai dengan jumlah sampah yang dibuang? Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Karena hanya sedikit, akhirnya biaya IPL per unit sangat tinggi. Sekitar Rp 3 juta per rumah (pengelola dapat Rp 12 juta per bulan)," imbuhnya. Namun di sisi lain, untuk kompleks perumahan dengan densitas tinggi atau padat dengan ribuan unit rumah, umumnya menetapkan biaya IPL terjangkau. Besarannya sekitar Rp 100.000 hingga Rp 500.000 per bulan.

› Banyak cara ditempuh pengembang untuk mewujudkan kompleks hunian yang asri dan ramah lingkungan. Di perumahan Vida Bekasi di Bekasi, Jawa Barat, ini, pengembang mengajak warga memilah sampah rumah tangga. OlehDENTY PIAWAI NASTITIE 6 menit baca ARSIP WASTE4CHANGE Petugas pengumpulan sampah dari Waste4Change bertugas di perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Di kawasan perumahan ini, warga diajak memilah dan mengolah sampah untuk mengurangi pengiriman sampah ke TPST sampah selama ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi kompleks perumahan di mana pun. Tak mau terjebak persoalan ini, pengembang perumahan Vida Bekasi, yang terletak tak jauh dari TPST Bantargebang, Bekasi, justru secara aktif mengajak warga untuk ikut serta memilah dan mengolah sampah rumah tangga. Cara ini diharapkan bisa mengurai persoalan sampah dan menghasilkan kawasan hunian ramah Bekasi terletak di Jalan Narogong Raya, Bekasi. Kawasan hunian terpadu ini menempati lahan seluas 140 hektar. Lokasinya hanya sekitar 6 kilometer dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST Bantargebang yang menerima ton sampah per hari dari DKI Jakarta. Sejak pertama kali didirikan, Vida Bekasi sudah beberapa kali mengalami perubahan nama dan pergantian pengembang. Pada 2014, PT Bina Nusantara Raya Gunas Land berkomitmen merancang dan membangun kawasan berkelanjutan untuk Kurniasih 44, waga Vida Bekasi, mengatakan banyak perubahan yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya sejak pertama kali ia tinggal pada 2008. Perubahan yang paling terasa terutama terkait pengolahan dan pengelolaan sampah rumah tangga warga.“Kalau dulu, petugas sampah datang tidak tentu. Sampah dibiarkan menumpuk berminggu-minggu sehingga lingkungan dan jalanan jadi kotor dan banyak belatung. Sekarang, petugas datang lebih teratur dan warga diajak memilah sampah,” ujarnya, Senin 1/3/2021.ARSIP WASTE4CHANGE Petugas Waste4Change bertugas di perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Di kawasan perumahan ini, warga diajak memilah dan mengolah sampah untuk mengurangi pengiriman sampah di TPTS dan pengolahan sampah di perumahan Vida Bekasi terbagi menjadi tiga, yaitu sampah organik, anorganik, dan residu. Sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk kompos. Sampah anorganik didaurulang sesuai jenisnya, seperti plastik, kardus, dan kertas. Sehingga yang tersisa hanyalah residu, atau sisa pengolahan sampah, untuk dikirim ke jugaInsentif Sektor Properti Disambut Baik dengan CatatanLebih asriDampak dari perubahan pengolahan sampah ini, menurut Nia, lingkungan tempat tinggal jadi lebih asri karena tidak ada lagi sampah menumpuk. Warga, termasuk anak-anak dan remaja juga jadi lebih peduli terhadap lingkungan. Selain itu, setiap sampah yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh mendukung perubahan, Nia dan sejumlah warga mendirikan bank sampah. “Bank sampah sudah berdiri sejak 21 Februari 2017. Menjelang Ramadhan, warga bisa mencairkan tabungan sampah mereka. Setiap warga menerima Rp – Rp Ini membuat warga senang karena bisa untuk tambahan kebutuhan menjelang Lebaran,” jelas ibu dengan tiga anakyang sehari-hari bekerja sebagai guru TK sampah di Vida Bekasi bekerja sama dengan Waste4Change, perusahaan pengelolaan sampah yang memiliki misi mengurangi jumlah sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir TPA. Bersama Waste4Change, pengembang tidak hanya memperbaiki sistem pengolahan sampah, tetapi juga mengedukasi warga agar peduli terhadap VIDA BEKASI Suasana perumahan Cluster Botanica, di dalam kompleks perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Perumahan ini mengusung konsep hunian yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan, salah satunya dengan mengajak warganya memilah sampah rumah mengatakan, ketika pertama kali diminta memilah sampah banyak warga menolak karena dianggap merepotkan. Namun, dengan adanya edukasi terus menerus, lama kelamaan warga menerima perubahan ini. Apalagi, sekarang warga menyadari sampah punya nilai S 30, karyawan perusahaan rintisan di bidang teknologi, sudah lama mendengar soal aktivitas yang dilakukan Waste4Change untuk lingkungan. Ia merasa senang sekali ketika mengetahui perusahaan pengelolaan sampah itu bekerja sama dengan pihak perumahan. Hal inilah yang turut menjadi pertimbangan ketika ia membeli sebuah unit rumah di Vida Bekasi, pada Monica, fasilitas yang ditawarkan perumahan sesuai dengan kebutuhan yaitu ketersediaan fasilitas keamanan, taman, dan pengelolaan lingkungan. Selain itu, ia juga mempertimbangkan soal harga, kemudahan membayar angsuran, dan lokasi dekat dengan orang tua di daerah Cibubur, Jakarta Timur.“Ketika saya survei, saya melihat warga memilah sampah mereka sendiri. Pihak pengembang juga bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Waste4Change dan Sekolah Seniman Pangan. Ini menjadi lingkaran ekonomi warga,” WASTE4CHANGE Petugas Waste4Change tengah mendata sampah di perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Di kawasan perumahan ini, warga diajak memilah dan mengolah sampah untuk mengurangi pengiriman sampah ke TPST menghuni rumah barunya, ia sama sekali tidak keberatan dengan aturan memilah sampah. Monica justru semakin tertantang untuk lebih menjaga lingkungan dengan mengurangi penggunaan sampah plastik. “Kebiasaan memilah sampah mempengaruhi saya, sekarang saya jadi lebih mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai,” berhenti dengan mengelola sampah, Vida Bekasi juga menyediakan kawasan hijau dan danau 6 – 7 hektar. Selain itu, dibangun untuk menampung air hujan untuk mengantisipasi banjir. Perumahan ini juga menyediakan Pasar Alam untuk ruang pertemuan kali Direktur Vida Bekasi Edward Kusuma melihat kawasan perumahan pada 2011 ia melihat daerah itu masih asri dengan kawasan hijau. Dengan lingkungan yang masih asri, ia ingin menciptakan kawasan hunian seperti di Ubud, Bali. Namun, di sisi lain, Edward juga melihat tantangan daerah perumahan berada berdekatan dengan TPST Bantargebang.“Melihat fakta ini, saya ingin melakukan sesuatu. Sebagai developer saya ingin menjadi solusi bukannya menambah persoalan sampah,” VIDA BEKASI Kawasan danau buatan di dalam kompleks perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Perumahan ini mengusung konsep hunian yang mengedepankan pembangunan mewujudkan gagasannya, sejak 2014 Edward menggandeng Waste4Change. Bersama perusahaan ini, pengembang mengajak warga untuk memilah dan mendaur ulang sampah rumah tangga. Dengan pemilahan sampah warga diajak untuk mengurangi jumlah sampah non-daur ulang ke tempat pembungan sampah. Pada saat yang sama, perusahaan Waste4Change memproduksi kompos dan bahan daur jugaKolaborasi Membangun Kota Baru MandiriMengatasi resistensiDalam perjalanannya, resistensi warga menjadi tantangan utama dalam pengelolaan sampah. Apalagi, sebagaian warga adalah penghuni lama yang sudah terbiasa dengan sistem sampah tanpa dipilah.“Bayangkan saja, dulu iuran sampah hanya Rp per bulan. Sekarang menjadi Rp per bulan. Sudah iuran meningkat, warga diminta memilah sampah. Kami sering dimaki-maki warga karena dianggap membuat aturan yang merepotkan,” tutur dia, problem pengolaan sampah selama ini terjadi karena ada ketidakseimbangan biaya yang diterima dan dikeluarkan untuk mengolah sampah. Iuran sampah yang terlalu minim, misalnya, menyebabkan banyak petugas sampah yang tidak mendapatkan penghasilan memadai. Selain itu, sampah jadi tidak terkelola dengan setiap orang mengeluarkan biaya sesuai besaran sampah yang dihasilkan. Dengan begitu, warga akan lebih cermat untuk membeli dan membuang benda. Namun, hal ini belum bisa diterapkan di Indonesia karena kesadaran itu belum terbentuk. Hal ini berbeda dengan negara lainnya, seperti Jepang, yang menerapkan aturan iuran berdasarkan volume WASTE4CHANGE Petugas pengumpulan sampah dari Waste4Change bertugas di perumahan Vida Bekasi, di Narogong Raya, Bekasi. Di kawasan perumahan ini, warga diajak memilah dan mengolah sampah untuk mengurangi pengiriman sampah ke TPST of Operational Service Waste4Change Martinus Devy Adrian menjelaskan, setiap hari pihaknya menerima 4,3 ton sampah warga di Vida Bekasi. Dengan adanya pemilahan dan pengolahan sampah, ia berharap dapat mengurangi pengiriman sampah ke Bantargebang.“Kalau problem sampah ini tidak ditangani, masalah antrean sampah ke TPA bisa terus berulang dan menyebabkan penumpukan sampah di rumah warga,” pertama kali menerapkan sistem pemilahan sampah banyak warga menunjukkan resistensi. Penolakan mereka ditunjukkan dalam berbagai bentuk, mulai dari bersikap cuek, hingga terang-terangan menolak. Namun, lama kelamaan sikap warga berubah. Sebagian warga kini menjadi aktor penggerak perubahan. Mereka bahkan membentuk bank VIDA BEKASI Suasana perumahan Cluster Botanica, di dalam kompleks perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Perumahan ini mengusung konsep hunian yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan, salah satunya dengan mengajak warga memilah sampah rumah kesempatan terpisah, JLL Indonesia memaparkan bahwa selama masa pandemi ini penjualan perumahan tapak cukup stabil karena para pembeli didominasi oleh calon penghuni yang memang membutuhkan hunian. Lembaga ini mencatat sepanjang 2017 - 2020 terdapat unit rumah baru yang diluncurkan. Pada 2020, terdapatpeluncuran rumah tapak. Jumlah ini melonjak unit dari tahun sebelumnya.“Kami melihat cara bayar yang fleksibel yang ditawarkan oleh pengembang untuk target milenial menjadi daya tarik,” of Research JLL Indonesia, Yunus Karim, menjelaskan, pada dasarnya pertimbangan utama dalam pembelian rumah tapak adalah keterjangkauan harga yang dikompromikan dengan luas rumah yang diperoleh dan lokasi rumah para pembeli juga akan mempertimbangkan kemudahan untuk mencapai tempat kerja, seperti akses jalan tol atau transportasi publik, kepastian pembangunan yang berkaitan dengan reputasi pengembang dan fasilitas baik di dalam maupun di sekitar lokasi perumahan.“Setelah faktor-faktor utama tersebut telah dipertimbangkan, maka ada kemungkinan faktor-faktor lain menjadi pelengkap seperti ramah lingkungan, berteknologi tinggi atau smart home,” jelasnya. DNAARSIP VIDA BEKASI Suasana taman di Klaster Botanica di dalam kompleks perumahan Vida Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat. Perumahan ini mengusung konsep hunian yang mengedepankan pembangunan berkelanjutan, salah satunya dengan mengajak warga memilah sampah rumah tangga. Baca jugaBerbagi Strategi Mencermati Sektor Properti 2021

Pengelolaansampah oleh warga RT 04 RW 01 Kel. Babakan Asih tidak cuma mengumpulkan dan membuang. Sebagian dari iuran Rp 2.000 per minggu, dialokasikan untuk asuransi masyarakat (Asmas) dan BOJONGSOANG - Upaya penanggulangan sampah rumah tangga di wilayah Kabupaten Bandung terus dilakukan oleh masyarakat dan pemuda. Salahsatunya melalui sektor pendidikan. Di Bojongsoang, Kabupaten Bandung, para pemuda desa mengadakan les bimbingan belajar bimbel anak sekolah dasar SD dan sekolah menengah pertama SMP. Uniknya, para peserta bimbel diwajibkan membayar iuran per bulan dengan sampah. Hal itu dilakukan untuk membiasakan warga memisahkan sampah-sampah yang ada di rumah. Pihaknya pun bekerjasama dengan bank sampah untuk penyalurannya. Salah seorang tenaga pengajar bimbel rumah bimbel Desa Bojongsoang, Haikal Azizi Hakim mengungkapkan bimbel yang dijalankan baru berlangsung kurang lebih satu bulan. Sehingga, para peserta bimbel yang ikut les belum menyerahkan iuran bulanan pertamanya. "Tapi orang tua mereka, sekarang sudah menyiapkan sampah-sampah untuk diberikan sebagai wujud iuran pertama," ujarnya saat ditemui di Kantor Desa Bojongsoang, Senin 25/3. Ia mengungkapkan, pihaknya tidak mematok berapa banyak sampah yang harus diberikan. Sampah-sampah tersebut akan ditimbang dan kemudian diserahkan ke bank sampah. Hasil rupiahnya, katanya akan digunakan untuk operasional bimbel tersebut. Dia mengatakan, saat ini bimbel yang sudah memiliki 15 peserta ini belajar sementara di kantor Desa Bojongsoang. Namun, rencananya tempat belajar akan dipindahkan di daerah Cikoneng, Bojongsoang. Haikal menambahkan, tenaga pengajar yang ada di bimbel tersebut berasal dari kalangan pemuda karang taruna setempat. Beberapa di antaranya adalah alumni dan mahasiswa Universitas Islam Nusantara Uninus Bandung. "Les bimbel dimulai Selasa hingga Sabtu. Dari pukul WIB sampai jam WIB. Ada sesi siang dan sore. Tiap sesi dua jam. Kurang lebih peserta 15 orang dari anak SD dan SMP," katanya. Menurutnya, selama satu pekan ini anak-anak didik di bimbel Bojongsoang diliburkan. Sebab mereka tengah mengikuti ujian di sekolahnya masing-masing. Selain itu dilakukan berdasarkan keinginan orang tua anak didik. Dia mengatakan iuran per bulan dengan sampah dilakukan sebab les bimbel yang ada tidak berorientasi bisnis. Namun membangun sistem penanganan sampah yang baik di masyarakat. Meski begitu, untuk pendaftarannya sendiri dikenakan biaya Rp 25 ribu. Namun ada juga yang tidak membayar. Ia mengaku inisiatif membayar iuran dengan sampah merupakan gagasan para pemuda di karang taruna. Namun sejauh ini, dia mengaku belum terdapat perhatian khusus terkait keberadaan les bimbel Bojongsoang dari pemerintah daerah. Aturanitu mengatur kenaikan masing-masing iuran per kelas. Kenaikan mencapai 100%. Iuran kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per bulan per peserta. Kelas II dari semula Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, sedangkan kelas I naik menjadi Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu. Perpres ini kemudian digugat melalui Pengadilan Negeri Surabaya SIDOARJO - Upaya pengurangan sampah yang masuk di Tempat Pembuangan Akhir TPA serius dilakukan. Tahun ini rancangan peraturan daerah raperda tentang retribusi persampahan akan disahkan. Isinya mengatur tentang tarif pembayaran sampah. Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah Bapemperda Deny Haryanto mengatakan, pembahasannya sudah dilakukan mulai tahun lalu. Namun, belum tuntas, sehingga dilanjutkan tahun ini. "Targetnya bulan ini selesai," katanya. Dia menjelaskan, perubahan tarif retribusi tersebut nantinya akan membawa dampak yang positif. Masyarakat di tingkat desa harus mau mengolah sampah rumah tangga. Sehingga tidak semua sampah dibuang ke TPA. Hal itu menyebabkan penumpukan di TPA. Sebab pemkab tidak bisa mengontrol jumlah sampah yang dibuang. "Dengan perda baru itu, nantinya sampah yang dibuanh ke TPA akan berkurang," imbuhnya. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DLHK Bahrul Amig mengatakan, tarif baru retribusi sampah ke TPA akan disesuaikan dengan porsi yang dibuang. Selama ini retribusi sampah per bulan hanya Rp 2 ribu per kepala keluarga. Tidak peduli banyak sedikit sampah yang dibuang. Menurut dia, retribusi hanya dikenakan berdasar hitungan biaya angkut dan pemrosesan sampah. Sesuai Peraturan Kementerian Dalam Negeri Permendagri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah, rencananya tarifnya minimal Rp 250 ribu. Angka tersebut untuk 1 ton sampah yang dibuang ke TPA. Sampah yang dibuang ke TPA nantinya akan ditimbang. Selama ini retribusinya dianggap murah. Sehingga tidak ada dorongan untuk mengolah sampah. "Semua sampah dibuang dan masuk TPA, sehingga cepat menggunung," ujarnya. Dia berharap, dengan tarif baru, desa mengelola sampah dengan optimal. Sehingga bisa mengurangi beban retribusi mereka. Pengelolaan sampah bisa dilakukan Kelompok Swadaya Masyarakat KSM maupun pihak swasta. Targetnya, tahun ini tarif baru retribusi sampah tersebut bisa diterapkan. nis/vga Terkini
PesertaBPJS antre di Kantor BPJS Kesehatan, Proklamasi, Jakarta, Selasa (8/9/2020). Sebanyak lebih dari 40 ribu orang telah memanfaatkan fasilitas kelonggaran tunggakan iuran kepesertaan dan hanya diwajibkan membayar 6 bulan iuran untuk kembali mengaktifkan kepesertaan dari yang sebelumnya diwajibkan membayarkan 24 bulan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
com-Ilustrasi Tempat Pembuangan Sampah Foto ShutterstockPermasalahan sampah adalah suatu permasalahan yang telah berlangsung sejak lama. Cepatnya pertumbuhan penduduk, urbanisasi, industrialisasi, dan pembangunan ekonomi mengakibatkan timbulnya banyak limbah padat di daerah-daerah pemukiman di seluruh dunia terutama kota-kota yang ada di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di perkotaan, sampah sering kali tidak dikelola dengan baik karena ketidakmampuan pemerintah kota terkait untuk mengikuti laju percepatan produksi sampahKelebihan limbah padat yang dihasilkan dari perluasan kegiatan ekonomi dan populasi yang meningkat menyebabkan meningkatnya pembiayaan yang diperlukan untuk menangani sampah yang ada. Aspek pembiayaan tersebut menjadi penggerak agar sistem pengelolaan sampah di wilayah tersebut dapat terus bergerak tanpa hambatan. Selain itu, dampak negatif dari kemunculan tempat pembuangan menimbulkan suatu biaya sosial. Biaya sosial menjadikan perlunya instrumen ekonomi pada kebijakan publik melalui cara yang menjanjikan untuk menggeser suatu satu konsep yang telah dikenal untuk dapat menginternalisasi dampak negatif seperti kebisingan, bau tidak sedap yang ditimbulkan, polusi air tanah, dan emisi dari keberadaan tempat pembuangan adalah landfill taxation atau pajak atas tempat pembuangan. Landfill tax adalah pajak yang dikenakan pada perusahaan, otoritas daerah, atau pihak lainnya yang memiliki kepentingan menimbun sampah pada tempat pembuangan akhir. Penggunaan konsep perpajakan pada tempat pembuangan dapat memberikan pencapaian tujuan untuk meningkatkan keuangan dan melindungi lingkungan dengan di saat yang sama tidak menimbulkan pembiayaan baru pada bisnis begitu, implementasi landfill tax di berbagai negara memiliki banyak perbedaan dari sisi tarif, bentuk, ataupun dampak dan keberhasilannya. Salah satu bentuk landfill tax di Indonesia yang berlaku di DKI Jakarta adalah melalui retribusi daerah. Retribusi itu sendiri adalah pemungutan yang dilakukan negara sehubungan dengan penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Pada konsepnya, retribusi memiliki perbedaan dengan pajak secara umum di mana pada retribusi pemungutan dilakukan hanya pada penggunaan jasa-jasa yang disediakan oleh negara sehingga pengguna akan mendapatkan balas jasa secara langsung atas pembayaran yang mengenai retribusi daerah diatur pada tingkat Undang-Undang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pada implementasinya, di DKI Jakarta peraturan ini dilaksanakan melalui Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2015 yang memberikan ketentuan mengenai pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Pada lampiran II poin F Perda tersebut dijabarkan mengenai tarif distribusi pelayanan kebersihan yang meliputi• Pengangkutan sampah perumahan/tempat tinggal tarif 0 rupiah• Pengangkutan sampah toko, warung makan, apotek, bengkel, bioskop, tempat hiburan lainnya, penjahit/konveksi, salon barbershop, panti pijat, bola sodok, binatu, dan lain-lain;1. Klasifikasi kecil volume sampah sampai dengan 0,75 meter kubik/bulan tarif rupiah/bulan;2. Klasifikasi besar volume sampah lebih dari 0,76 meter kubik/bulan tarif rupiah/bulan;• Pengangkutan sampah minimum 2,5 m kubik dari Rp kubik lokasi industri, pusat pertokoan/ plaza, perkantoran, pasar swalayan, motel, hotel, Penginapan, taman hiburan/ rekreasi, rumah makan/restoran, perbengkelan, apartemen tarif kubik;• Pengangkutan sampah non bahan berbahaya beracun dari rumah sakit, poliklinik dan laboratorium minimum 1,00 meter kubik tarif kubik;• Penyediaan sampah dari pasar PD Pasar Jaya dan lokasi pedagang tarif kubik; dan• Penyediaan tempat pembuangan/pemusnahan akhir sampah TPA sampah tarif tarif tersebut pada dasarnya telah mengakomodasi sebagian besar proses pengelolaan sampah melalui fasilitas tempat pembuangan dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya. Meski begitu, dalam Perda tersebut belum seluruh proses pengangkutan dikenakan tarif retribusi seperti pengangkutan sampah perumahan/rumah tinggal. Padahal, dari data di TPA Bantargebang dari volume sampah sebanyak 5,264 ton per hari pada 2012 yang meningkat menjadi ton pada Maret 2016, sebanyak 53% dari jumlah tersebut merupakan sampah yang berasal dari aktivitas rumah tangga 1.Sejumlah pekerja mencari barang untuk didaur ulang di tempat pembuangan terbesar di Jakarta, Bantar Gebang, Bekasi. Foto AFP/Bay IsmoyoPelaksana Tugas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DLH DKI Jakarta, Syaripudin, menyatakan bahwa jumlah sampah di Jakarta yang dikirim ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST Bantar Gebang juga terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut terlihat sebagaimana tergambarkan dalam tabel berikutJumlah sampah di Jakarta yang dikirim ke TPST Bantar Gebang dari tahun 2014-2020. Sumber Antara News, diolah kembali oleh penulisJumlah sampah yang menunjukkan tren yang meningkat tersebut menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan untuk menekan jumlah sampah di DKI Jakarta, seperti salah satunya melalui penggunaan konsep pajak berupa retribusi daerah, masih belum tercapai. Di sisi lain, dari segi sebagai sumber pembiayaan, pengenaan retribusi atas pelayanan persampahan di DKI Jakarta menunjukkan hasil yang cukup positif. Pada sebuah kasus di tahun 2016, Dinas Kebersihan DKI Jakarta menyatakan bahwa retribusi pengangkutan sampah dari kawasan komersial meningkat hingga Rp1,2 miliar per Mei 2016 karena adanya penertiban. Angka tersebut jauh meningkat dari yang semula hanya mencapai Rp90 juta pada periode Januari Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Ali Maulana Hakim, menyatakan bahwa selama ini terjadi penyimpangan dan subsidi terlampau besar setiap bulannya. Adapun upaya penertiban dan pengawasan tersebut dilakukan karena pengguna kawasan komersial seperti perusahaan, perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, dan restoran didapati membuang sampah liar ke tempat pembuangan sementara Dinas Kebersihan tanpa membayar retribusi atau mendapat subsidi. Padahal subsidi tersebut tidak sepatutnya diberikan sebagaimana diatur dalam peraturan kawasan komersial karena penggunanya merupakan dari golongan yang mampu 2.Walaupun kawasan komersial bukanlah penyumbang sampah tertinggi bagi total sampah di DKI Jakarta 47%, jumlah tersebut dari aspek penerimaan akan tetap memberikan pengaruh yang signifikan. Kasus tersebut memberikan gambaran bahwa dari segi penerimaan dan pembiayaan, pengenaan retribusi pelayanan sampah memiliki peluang yang sangat baik untuk menjadi salah satu sumber yang dapat dimanfaatkan. Dengan syarat, pelaksanaan dan operasional serta administrasi dari retribusi tersebut memang dengan baik dilakukan sehingga tidak ada penyimpangan di dalamnya. Apalagi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, jumlah sampah di DKI Jakarta terus meningkat setiap tahunnya, sehingga bukan tidak mungkin apabila semakin baik administrasi dan implementasinya, retribusi terhadap pelayanan sampah ini akan menjadi sumber pembiayaan yang signifikan bagi Pemerintah DKI landfill tax yang dapat menjadi suatu upaya untuk mewujudkan beberapa tujuan dari sektor penerimaan dan kelestarian lingkungan secara bersamaan, nyatanya belum dapat diwujudkan di DKI Jakarta melalui retribusi daerah terhadap pelayanan persampahan. Hal ini terjadi karena terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya Pertama, pengenaan tarif retribusi daerah atas pelayanan persampahan di DKI Jakarta belum dikenakan kepada seluruh produsen dan konsumen yang sama-sama memproduksi sampah. Dari tarif yang berlaku saat ini terlihat bahwa pada tahapan pengangkutan sampah, tidak dikenakan tarif terhadap pengangkutan sampah dari perumahan/tempat tinggal. Padahal jumlah sampah yang ada di DKI Jakarta justru didominasi oleh sampah rumah tangga yang timbul dari kawasan perumahan/tempat tinggal. Hal ini tentunya tidak akan memberikan efek perubahan perilaku kepada para konsumen sehingga ke depannya tidak akan terjadi upaya pengurangan sampah dari sisi subjek pajak itu adanya perbedaan dari tarif retribusi di tiap daerah akan mendorong individu untuk memilih daerah yang memiliki tarif lebih rendah. Terutama, bagi produsen yang memiliki industri dengan hasil buangan sampah yang banyak. Bukan tidak mungkin melalui skema perhitungan tertentu, akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang apabila pabrik atau lokasi sumber sampah yang ada didirikan di luar kawasan DKI Jakarta. Sementara itu, wilayah Jakarta merupakan tempat akumulasi sampah-sampah dari daerah lain di sekitarnya seperti Jabodetabek Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2019. Hal ini tentunya akan merugikan pemerintah DKI Jakarta karena dari sisi pembiayaan untuk operasional pengelolaan sampah dan atas eksternalitas biaya sosial yang ditimbulkan sampah-sampah tersebut tidak ada timbal balik atau pertanggungjawaban yang diberikannya secara langsung kepada Pemerintah DKI terdapat tantangan dari sisi operasional pengelolaan sampah dan retribusi sampah serta administrasinya di level pemerintah daerah itu sendiri. Hal ini berkaca dari kasus yang terjadi pada tahun 2016 di mana terjadi penyimpangan yang menyebabkan banyaknya potensi retribusi pajak yang tidak ditunaikan kewajibannya oleh pihak yang seharusnya dikenakan. Tantangan ini utamanya bersumber dari sumber daya yang mengimplementasikan peraturan di mana di dalamnya dibutuhkan pengawasan ekstra untuk memastikan terjadinya kepatuhan dari sisi wajib pajak. Apalagi bentuk pengenaan landfill tax yang diatur di DKI Jakarta adalah retribusi daerah semata sehingga apabila tidak dilaksanakan kewajiban atas retribusinya, pihak pengguna layanan tersebut akan mendapatkan manfaat secara cuma-cuma tanpa adanya insentif untuk mengubah perilaku yang menimbulkan eksternalitas negatif terhadap pengenaan landfill tax saja belum terbukti dapat mengurangi volume sampah yang dihasilkan oleh beberapa negara yang memberlakukannya 3. Apalagi dalam kasus di DKI Jakarta di mana skema ”landfill tax” yang ada dikenakan melalui retribusi daerah yang tentunya berbeda dengan pajak. Terlepas dari persamaan di antara kedua hal tersebut, pengenaan pajak landfill tax yang diwajibkan dan memaksa tersebut dan dilaksanakan di beberapa negara maju saja belum dapat secara optimal mengurangi dan menekan volume sampah yang dihasilkan masyarakat. Apalagi di Indonesia sebagai negara berkembang, khususnya di DKI Jakarta dengan keberagaman masyarakatnya.
Makaakan dihasilkan sampah sebesar 0,60 M3 per hari. Apabila untuk setiap 30 rumah tangga disiapkan Gerobak Sampah Plat Besi dengan volume sebesar 1,12 M3 (ukuran 1,4 x 0,8 x 1 m), Maka Biaya Pengeluaran Perawatan + TPS + dll setiap bulan = Rp 750.000. Iuran Sampah Warga setiap rumah (disesuaikan dengan perekonomian masyarakat) PALU - Mulai tanggal 21 Februari 2022 Pemerintah Kota Palu memberlakukan pungutan tarif retribusi atau iuran pengangkutan sampah. Setiap rumah tangga akan dikenakan tarif iuran sampah sesuai besaran daya listrik yang digunakan. Kepala Bidang Kabid pengelolaan sampah Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Palu, Hisyam mengemukakan bahwa pemungutan iuran sampah tersebut merujuk pada Peraturan Walikota Perwali Palu Nomor 17 tahun 2021 tentang perubahan tarif restribusi jasa umum. Adapun nominal tarif yang dikenakan adalah450 VA Rp 10 ribu per bulan 900 – VA Rp 35 ribu per bulan VA Rp 65 ribu per bulan VA atau lebih Rp 85 ribu per bulan"Mohon bantuannya kepada ketua RT dan RW agar bisa menslyosialisasikan tentang besaran tarif retribusi pelayanan kebersihan ini kepada masyarakat yang ada di wilayah kerjanya masing-masing," terangnya, Selasa 22 Februari 2022Sementara untuk teknis pembayaran, jelas Hisyam, dengan dua cara, yakni masyarakat dapat menyetor langsung retribusinya ke Kantor Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Palu, lalu akan diberikan Surat Setoran Retribusi Daerah SSRD, sebagai bukti bahwa retribusi sudah dibayarkan. "Cara yang kedua, Ketua RT setempat nanti diberikan barkode oleh pihak BRI. Jadi masyarakat dapat bertransaksi non tunai melalui aplikasi khusus dengan sistem debet. Yang punya rekening BRI bisa download aplikasinya," jelasnya. Menurut Hisyam, saat ini pihak DLH Kota Palu masih melakukan kajian dan pendalaman untuk melakukan pencetakan SSRD.“Karena SSRD tersebut yang menjadi acuan masyarakat dalam membayar restribusi pelayanan kebersihannya,” tambahnya.
Wargamendapatkan dua buah timba untuk dijadikan tempat sampah. Dengan iuran Rp 10.000 per bulan, sampah mereka diambil tiap dua hari sekali. "Semua jenis sampah ada yang mau beli, sachet sampo ada yang mau, popok ada yang mau. Tapi harus dicuci dulu," kata Bendahara TPST Tembokrejo, Nungky Rosalina saat ditemui lama ini.
Laporan Wartawan Nur Saleha PALU - Barcode dan apliksasi QRIS dari Bank Rakyat Indonesia BRI untuk membayar retribusi sampah di Kota Palu resmi dipakai. Hal tersebut disampaikan oleh Kabid Persampahan Dinas Lingkungan Hidup DLH Kota Palu, Hisyam Baba, Selasa 22/2/2022. ’Alhamdulillah siang ini barcode dengan aplikasi QRIS yang di desain oleh pihak BRI untuk transaksi pembayaran retribusi kebersihan Kota Palu telah selesai dan sudah berhasil dilakukan simulasi pembayaran oleh petugas BRI Palu,’’ jelas Hisyam. Menurut Hisyam, barcode aplikasi QRIS itu akan dipasang di Kantor DLH Kota Palu. Serta dipegang oleh sejumlah driver armada sampah yang berada di masing masing kelurahan. Baca juga Legislator Muharram Nurdin Apresiasi dULD Punya Niat Sehatkan Warga Sulteng Lewat Dance Hisyam mengatakan, bagi masyarakat Kota Palu bisa melakukan pembayaran melalui transaksi non tunia dengan menggunakan berbagai jenis aplikasi seperti BRImo, Shopie, dan Grab. “Masyarakat Kota Palu yang sudah terlayani sampahnya bisa langsung melakukan pembayaran melalui transaksi non tunai dengan menggunakan berbagai jenis aplikasi, BRImo, Shopie, dan Grab,” terangnya. Sementara itu, lanjut Hisyam menyampaikan bagi masyarakat yang belum memiliki aplikasi bisa langsung datang ke kantor DLH Kota Palu. “Bisa datang langsung ke Kantor DLH Kota Palu untuk melakukan pembayaran retribusi kebersihan dan akan diberikan SKRD dan SSRD oleh Petugas Retribusi yang telah kami tunjuk untuk bertugas di ruang pelayanan Kantor DLH Kota Palu,” tuturnya. “Dan khusus untuk pelaku usaha, petugas dari DLH Kota Palu akan memberikan SKRD dan SSRD kemudian para pelaku usaha bisa langsung melakukan transaksi melalui Smart Billing/Virtual Account,” tambahnya. DLH Kota Palu juga menyarankan agar masyarakat melakukan transaksi non tunai dalam melakukan pembayaran retribusi kebersihan. “Untuk menghindari kebocoran atau hal hal yang tidak diinginkan,” tutupnya. Berapa Tarif yang Harus Dibayar Warga? Berdasarkan Peraturan Walikota Perwali Palu Nomor 17 tahun 2021 tentang perubahan tarif restribusi jasa umum, yang saat ini iuran restribusi sampah tergantung dari daya listrik rumah warga. Adapun tarif iuran yaitu warga yang memiliki daya listrik yaitu 450 Va sebesar 10 ribu/bulan, Daya Listrik 900 sampai Va sebesar 35 ribu/bulan, Daya hingga Va sebesar 65 ribu/bulan dan Daya Va atau lebih sebesar 85 ribu/bulan. * Besaraniuran: 1 persen upah per bulan; Dibayarkan oleh: Pekerja penerima upah; Peserta pekerja bukan penerima upah atau bukan pekerja. Bahayanya Sampah Laut Bagi Ekosistem 13 Juni 2021. Transformasi Digital Perbankan: 5 Keuntungan di 5 Bank Digital bagi Nasabah 12 Juli 2021. Suasana TPA Piyungan, Bantul, DIY pada 2019 lalu. Foto Widi Erha PradanaKepala Pusat Studi Lingkungan Hidup PSLH Universitas Gadjah Mada UGM, Mohammad Pramono Hadi, mengatakan bahwa beban pemerintah dalam penanganan sampah di Jogja saat ini memang masih sangat masyarakat sudah dikenai biaya sampah, namun ternyata jumlahnya belum cukup untuk menangani sampah sampai di tahap sampah yang diwajibkan kepada masyarakat, menurut Pramono hanya cukup untuk membuat rumah orang tersebut bersih dari biaya pengolahan dan pemrosesan sampah tidak pernah menjadi urusan masyarakat. Rata-rata, masyarakat hanya dikenakan biaya antara Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per bulan, artinya hanya sekitar Rp sampai Rp per hari.“Artinya iuran yang ada itu hanya cukup untuk mengalihkan sampah dari rumah dia menuju depo terdekat. Sementara dari depo terdekat menuju TPA masih jadi beban pemerintah,” kata Pramono Hadi, Kamis 12/5.Penampakan peternakan sapi di Tempat Pemrosesan Akhir TPA Piyungan pada 2019 lalu. Foto Widi Erha Pradana / Pandangan JogjaBelum lagi biaya penanganan sampah di TPA Regional Piyungan, yang berdasarkan teori idealnya membutuhkan biaya Rp 60 ribu per ton, mengingat dibutuhkan biaya untuk tenaga kerja, alat berat, pengurugan tanah, dan sebagainya. Sementara tipping fee yang berlaku saat ini hanya sekitar Rp 25 ribu per ton, sehingga pemerintah masih harus membiayai sekitar Rp 35 ribu per ton.“Ini akan sangat menguras APBD dan anggaran-anggaran yang dimiliki pemerintah, dan ini tidak akan cukup,” itu, dia merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberlakukan tarif progresif dalam penanganan sampah ini. Semakin banyak sampah yang dia buang, maka biaya yang harus dia bayar juga lebih besar. Dengan cara itu, masyarakat akan dipaksa untuk membuang sampah sesedikit mungkin, maka dia akan berpikir berulang kali jika akan menghasilkan sampah.“Untuk biaya per kilogramnya ini perlu dihitung lagi dengan tepat,” biayanya penanganannya sudah sesuai, maka pemerintah bisa membuka peluang bagi pihak swasta untuk terlibat dalam pengangkutan sampah. Dengan begitu, pemerintah tidak terbebani lagi dengan urusan pengangkutan sampah ke TPA karena sampai saat ini hal itu juga masih jadi beban bagi pemerintah perlu diwaspadai adalah maraknya masyarakat yang membuang sampah sembarangan karena tidak mau menanggung biaya penanganan sampah. Karena itu, pemerintah juga perlu mengeluarkan payung hukum yang salah satunya berisi sanksi bagi siapapun yang membuang sampah sembarangan.“Jadi perlu ada political will, tentunya sebagai pemangku kebijakan, pemerintah perlu membuat produk hukumnya,” jelas Pramono Hadi. Akantetapi, rencana kerja sama sempat tak berjalan mulus karena warga hanya bersedia membayar iuran sampah sebesar Rp 1.000 per bulan, seperti pada masa pengelolaan sebelumnya. Padahal, untuk membiayai sistem pengelolaan sampah terpadu, BEST menemukan angka uang iuran mencapai Rp 4.000 per bulan per rumah. Bagi sebagian besar warga perumahan
Bandung - Iuran sampah di lingkungan warga rata-rata berkisar di atas Rp 20 ribu per bulan. Namun, ada satu RW di Kota Bandung punya tarif iuran sampah yang terbilang murah. Di mana?Ialah RW 02 Cipamokolan. Ketua RW Aang Suhara mampu mematok biaya iuran sampah hanya per bulan. Ia bahkan mengklaim jika di Kota Bandung, sulit ditemukan wilayah yang iurannya semurah itu."Saya komitmen tidak akan naikkan iuran selama menjadi RW. Iurannya maksimal per bulan. Ini bukan untuk biaya operasional, tapi murni untuk gaji para petugas kebersihan. Sedangkan untuk operasional pengolahan sampah, kita maksimalkan CSR," ujar Aang dalam keterangan yang diterima detikJabar, Senin22/5/2023. Ternyata, Aang memaksimalkan cara untuk mengetuk dari pintu ke pintu perusahaan dengan program CSR-nya. Selain itu, Aang dan warga setempat ingin mengubah sampah menjadi RW pun bergotong royong mampu mengelola sampah anorganik dengan program Sedekah Sampah. Hasil penjualannya dijadikan sedekah untuk petugas sampah organik mereka olah untuk pakan magot. Magot ini akan menjadi pakan lele dan ayam. Sedangkan kasgot pupuk bekas magot bisa digunakan untuk hanya itu, ada pula program Bumanik budidaya maggot dan pupuk organik yang ternyata telah bekerjasama dengan Pertamina selama lima tahun. Dari kerja sama yang tentunya tidak instan, RW 02 Cipamokolan mendapatkan sumbangan mesin pencacah, mesin pelet, bahkan Triseda kendaraan roda tiga untuk mengangkut sampah."Kami juga dikasih ayam beserta kandangnya, semuanya difasilitasi oleh Pertamina. Alhamdulillah tiap hari itu ada terus ayam yang bertelur. Dari 96 ayam per hari menghasilkan 4 kg telur," dalam waktu dekat, pihaknya akan mendapatkan bantuan lagi dari Pertamina sebanyak 140 ayam Pertamina, ada pula sejumlah lembaga lain seperti Baznas dan PIPPK yang turut kerja sama CSR dengan wilayah tersebut. Proposal Baznas ia tawarkan program pun membagikan kunci keberhasilan wilayahnya mengelola sampah. Ia mengaku pengurus RW harus rajin mencari perusahaan-perusahaan yang konsen terhadap lingkungan untuk CSR. Selain itu kunci dari lolosnya proposal program adalah harus sudah punya program yang berjalan."Harus sudah punya aksi, meski modalnya sedikit. Sehingga saat kita menyerahkan proposal sudah tidak bingung apa kegiatannya, apa yang sudah dilakukan. Saat presentasi dan pertanggungjawabannya nanti enak," kata Aang."Kami dikasih septic tank komunal karena 86 KK di sini masih buang hajat ke sungai. Septic tank komunal ini skala kecil saja. Untuk 5 KK kami dapat 12 buah dari Baznas. Lalu yang 13 lagi dari PIPPK, karena kami ajukan program itu juga," bantuan CSR, Pemerintah Kota Pemkot Bandung pun ikut membantu dengan memberikan troli bak sampah atau tong lahan yang saat ini digunakan untuk mengolah sampah pun sebenarnya bukan milik RW setempat, melainkan milik Badan Pemeriksa Keuangan BPK."Ada lahan 50 tumbak, bukan tanah kami, tapi punya BPK. Kami ajukan juga ke mereka untuk pinjam lahan. Sudah 6 tahun kami meminjam lahan tersebut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat seperti lapang voli, Buruan Sae, dan pengolahan sampah ada semua," kata dia."Kami selalu CSR-nya itu dalam bentuk barang, tidak dalam bentuk uang karena itu terlalu sensitif dan bisa menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat," pun berpesan untuk seluruh masyarakat terutama kepada pengurus RW agar tidak mengandalkan iuran wajib warga. Ia menyarankan bahwa memperluas relasi dapat jadi peluang menguntungkan untuk kolaborasi, agar permasalahan di lingkungan bisa diselesaikan secara bersama-sama. Simak Video "Penampakan Tumpukan Sampah di TPS Pasar Tol Rahayu Menggunung!" [GambasVideo 20detik] aau/dir
Hanggarsampah menyerap banyak tenaga kerja , juga hasil pilahan sampah di hanggar berupa sampah anorganik yang punya nilai jual rata-rata hasil penjualan sebesar Rp. 3.000.000,- per bulan per hanggar, belum lagi hasil penjualan kompos rata-rata hanggar menghasilkan 2 ton kompos yang semuanya dibeli oleh pemerintah daerah dengan nilai Rp. 2.000
Pasuruan, PURIonline - Kebersihan dan keamanan lingkungan perumahan merupakan hal yang harus diperhatikan serius oleh warga dan para pemangku yang bersih dan aman juga akan menciptakan suasana tempat tinggal yang nyaman dan bahagia bagi lain, untuk menciptakan itu semua harus adanya petugas kebersihan taman/pengambil sampah serta penjaga keamanan security. Maka, dengan adanya mereka sudah pasti memerlukan biaya tambahan atau biasa disebut dengan iuran bulanan sampah dan di Pasuruan Raya kota dan kabupaten ini banyak perumahan-perumahan yang bertebaran hampir disetiap apakah para pembaca pernah terbesit sebenarnya berapa sih iuran bulanan sampah dan keamanan yang ada di perumahan tersebut. Jurnalis PURIonline sudah mengumpulkan 10 nama Perumahan beserta iuran bulanan sampah dan keamanannya, dan berikut ini daftarnya 1. GRAHA PESONA BANGILIuran sampah dan keamanan sebesar PESONA CANDI 2 Kota PasuruanIuran sampah, kematian, keamanan sebesar NUANSA CANDI 1 Kota PasuruanIuran sampah, kematian, keamanan sebesar GRAND KENCANA BANGIL perumahan baru Iuran sampah saja sebesar GREEN BANGILIuran sampah, kematian, keamanan sebesar GRAHA MANARUWI BANGILIuran sampah, kematian, keamanan sebesar CITRA CANDI Kota PasuruanIuran sampah dan keamanan sebesar NUANSA CANDI 3 Kota PasuruanIuran sampah, kematian, keamanan sebesar MUTIARA KELUARGA Kota PasuruanIuran sampah, keamanan, kematian, dan arisan Rp. 20ribu total sebesar GRIYA BANGIL ASRIIuran sampah, kematian, karang taruna, sebesar 10 Perumahan beserta jumlah iuran bulanannya, bagi para pembaca yang mungkin pernah tinggal di perumahan apa dan iurannya berapa, bisa berbagi informasi di kolom A'lam Bisshowab.

Jumlahpetugas pengangkut sampah lebih sedikit dengan jumlah gerobak sampah yang ada karena beberapa dari petugas ada yang memiliki lebih dari 1 gerobak sampah yang digunakan untuk keliling untuk mengangkut sampah dari rumah ke TPS. 3.1.6. Iuran Biaya iuran (restribusi) yang wajib dibayar warga adalah sebesar Rp 20.000 / rumah/bulan.

Public Services Buat kebersihan kota makassar kok it mobil pengangkut sampai hrus dibayar empat ribu/bln per KK Senin, 13 Januari 2014 1806 TRIBUN TIMUR/SANOVRA JRilustrasi Ada Iuaran Sampah Perbulan di Karuwisi Makassar Tanya Buat kebersihan kota makassar kok it mobil pengangkut sampai hrus dibayar empat ribu/bln per KK tepatxa di karuwisi jlan. kerajinan dn sejiwa +6282187077xxx Jawab Terkait dengan adanya laporan warga melalui Publik Services Tribun, kami sampaikan itu wajib dibayar karena sudah diatur dalam Perda tahun 2011 bahwa satu rumah wajib membayar iuran angkutan sampah perbulannya untuk dimasukkan di kas negara. Tidak hanya itu, kami jelaskan kepada warga Karuwisi khususnya pelapor, sebenarnya uang Rp 4 ribu itu sangat sedikit karena setahu saya iuran pengankutan sampah itu harus dibayar Rp 5 ribu perbulannya, kecuali di dalam kompleks perumahan elite, itu dikenakan biaya Rp per bulannya. * * Kadis Pertamanan dan Kebersihan Pemkot Makassar, Muhammad Kasim
Untukkembali mengaktifkan pengangkutan sampah dari rumah-rumah warga, Yance mengimbau warga Inauga untuk rutin membayar iuran sampah Rp 25 ribu per bulan. "Iuran yang kami tarik dari warga nantinya dipakai membayar upah pekerja, biaya operasional pengangkutan sampah. Dari 10 orang pekerja, kini tersisa 8 pekerja yang masih aktif angkut Selamat sore,Apa kalo setiap bulan kita bayar iuran sampah dan keamanan lingkungan untuk perusahaan bisa dijadikan biaya?atau dikoreksi fiskal? Kalau iuran boleh dibiayakan sepanjang ada hubungan kegiatan dgn perusahaan dan ada buktinya. Dear Friend Lutfan 17081. Jika Iuran Sampah dan Keamanan merupakan Biaya yang berkaitan langsung dengan Kebrsihan dan Keamanan Perusahaan maka Iuran tersebut merupakan Biaya Perusahaan atau Biaya 3 M Mendapatkan, Mnagh dan Memelihara Penghasilan.2. Jika Iuran Sampah dan Keamanan tsb. COA nya berjudul "Sumbangan" maka bukan Biaya Bagi Perusahaan karena Bukan Penghasilan bagi Fihak Penerima Prinsip Taxability Deductibility.3. Jika dalam Pos Iuran Sampah dan Keamanan mengandung Biaya Prive Biaya Rumah Tangga ikut di dalam Biaya Perusahaan maka Biaya Prive tersebut Obyek Koreksi FIRDAUS. Originaly posted by lutfan1708Apa kalo setiap bulan kita bayar iuran sampah dan keamanan lingkungan untuk perusahaan bisa dijadikan biaya?atau dikoreksi fiskal?Sangat bisa, dan tidak ada koreksi fiskal kalau uang pelicin?dan gak mungkin juga lapor pph 21 karena orang ny tidak mau di mintai KTP, bagaimana rekan?? kalo biaya tilang masuk ke perkiraan apa ya, mohon pencerahanyaViewing 1 - 6 of 6 replies
ProgramASIAP tersebut diproyeksikan dapat mengurangi sampah laut hingga 7,2 ton per bulan dan diharapkan memberi dampak bagi 2.907 orang yang merupakan penduduk di 3 desa dalam ring 1 Depot LPG Amurang. Kegiatan ini juga melibatkan partisipasi masyarakat melalui pembentukan Kelompok Penggerak Sampah Desa Sapa Raya.

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Permasalahan sampah di Indonesia kian hari belum menemukan titik terangnya. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik BPS 2021 menyebutkan limbah plastik Indonesia mencapai 67,2 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut 75% didominasi oleh sampah rumah tangga. Artinya semakin bertambah populasi manusia bertambah pula jumlah sampahnya. Bahkan ditahun 2025 jumlahnya meningkat dua kali dampak sampah yang besar terhadap kerusakan alam dan kelangsungan hidup manusia itu sendiri, marilah kita lestarikan lingkungan dengan gerakan 3 R reduce, reuse, recycle sekaligus mengkomersilkan sampah dengan cara menjual sampah-sampah kita, baik organik maupun anorganik dari rumah. Saat ini banyak sekali tersedia platform Daur ulang sampah yang dapat diunduh melalui google ataupun play store, Carilah sesuai area tempat tinggal kita, mudah bukan?Potensi penjualan sampah lewat aplikasi cukup menggiurkan. Perkiraan pendapatan yang dapat kita peroleh mulai dari puluhan hingga ratusan ribu atau bahkan jutaan tergantung akumulasi sampah kita tiap bulan. Pembayaran sampahnya biasanya dalam bentuk e-wallet. Bandingkan jika kita harus bayar iuran sampah per bulan. Lumayan kan? Hitung-hitung menambah penghasilan di masa pandemi, sampahnya mending kita jual, bisa untuk kebutuhan yang lain. Berikut aplikasi digital sampah beserta jenis Sampah dan area kerjanyaarea kerja bersifat dinamis 1. Duitin-Jenis Sampah sampah plastik, karton, kaca, kaleng aluminium dan kotak multi layer lebih memiliki Semarang, Cirebon, Bogor, Blitar, DKI Jakarta, dan Tangerang Selatan2. Rekosistem-Jenis Sampah anorganik plastik, kertas, kaca/beling, sampah e waste, sampah metal, dan sampah Cirebon, Bogor, Blitar, DKI Jakarta, Semarang, dan Tangerang eRecycle-Jenis Sampah plastik, kertas dan botol kaca. -Area Jabodetabek4. Rapel-Jenis Sampah minyak jelantah, plastik, botol kaca, logam, alat elektronik bekas, dan Bandung 5. Mallsampah-Jenis Sampahplastik, aluminium, kertas, botol kaca, logam, dan alat elektronik Bank-Jenis Sampah plastik-Area Bali, Lombok, Batam, Jawa Tengah, dan Jawa Sampahlimbah botol plastik-Area Kota Makassar, Badung, Gianyar, Denpasar, dan Bandung. 1 2 Lihat Nature Selengkapnya

Di kita itu biaya iuran sampah per rumah masih ada yang Rp5.000, paling mahal Rp50.000, hal ini juga menjadi tanda kalau peran masyarakat masih sangat kurang untuk masalah sampah. Jadi biaya dari pemerintah kurang ditambah dengan iuran sampah yang masih sedikit menjadi alasan kenapa masih banyak TPA kita yang open dumping," jelas Enci.

Sosialisasi Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi Penanganan Sampah Daerah Pemaparan Hendriwan, Direktur Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri [Sumber Dokumentasi Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut] – Awal tahun ini, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah telah diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri. Peraturan ini merupakan panduan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dalam menentukan tarif retribusi di daerahnya. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa penetapan tarif retribusi harus memperhatikan aspek-aspek, seperti kemampuan masyarakat, keadilan, biaya penyediaan jasa, dan efektivitas pelayanan. Selain itu, dana yang diperoleh dari retribusi diutamakan untuk membiayai pengelolaan sampah. Hal tersebut dipertegas oleh Hendriwan, Direktur Pendapatan Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, dalam sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021 yang dilaksanakan secara virtual. “Penggunaan dana hasil penerimaan retribusi harus diprioritaskan untuk pengelolaan atau penanganan sampah daerah” ujar Hendriwan. Sosialisasi yang dilaksanakan pada Selasa 29/06/2021 ini diikuti oleh sekitar 400 perwakilan pemerintah daerah kabupaten/kota dari seluruh Indonesia. Terra Prima Sari yang mewakili Direktur Sanitasi Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR menyampaikan bahwa Kementerian PUPR telah membuat kalkulator yang digunakan untuk melakukan perhitungan tarif retribusi di daerah. Kalkulator tersebut yaitu kalkulator perhitungan tarif retribusi dan kalkulator perhitungan biaya penanganan sampah. “Melalui peraturan baru ini diharapkan penghasil sampah dapat mengurangi sampah yang dihasilkan karena jumlah sampah tersebut dapat mempengaruhi besaran retribusi yang dibayarkan.” Ujar Terra Prima Sari. Selain dari pemerintah, Indonesia Solid Waste Association atau InSWA yang diwakili oleh M. Satya Oktamalandi selaku Sekretaris Jenderal InSWA turut menyampaikan paparannya mengenai sumber pembiayaan dalam pengelolaan sampah selain dari retribusi. “Sumber pembiayaan non-retribusi dibagi menjadi biaya modal dan biaya operasi. Biaya modal terdiri dari APBN, Pemulihan Ekonomi Nasional PEN, dan Bank. Sementara itu, biaya operasi berasal dari lembaga donor, swasta melalui Extended Producer Resposible EPR, dan green fund.” jelasnya. Sumber Diskusi Sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan Penanganan Sampah Post Views 638

ነпիбιςθ еπθснርфα ξеСкωбω асвፗ уνуβАρо а дредጧ
Ռէщуሓիቃу онոщ лацοсрωፌኡρՂοфօρуկէз εциր аслըφевруዎጯсрυղащ ዣሒξаዒаշ
Фоγе ሀηևгунежо αгօшебеትቃክш ነዚдреս ироቢыኗоԴиг խреձጧχовխх
ረдխ щΓիռаςኇ да лоሡуፍГ мիшанетխሽ а
w1OHd.